Sabtu, 23 Januari 2010

PEDOMAN PELAYANAN FARMASI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TH 2010

Konsideran:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun2009 tentang Rumah Sakit
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
6. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197/ Menkes / SK /X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit
7. Surat Keputusan tentang Standar Pelayanan Minimal
8. Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008
9. Pedoman Akreditasi Rumah Sakit 16 bidang pelayanan
10. Standar Kompetensi Farmasis Indonesia 2003
11. Kebijakan Mutu RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
12. Rencana Strategis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta th 2009-2014
13. Struktur organisasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
14. Penunjukan tim-tim dan uraian tugas Komite Medik RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta


A. RENCANA STRATEGIS

FILOSOFI
Pelayanan farmasi adalah wujud amal shalih yang dilandasi iman dan taqwa kepada Allah SWT, melalui penyediaan obat bermutu dan pelayanan asuhan kefarmasian yang tidak terpisahkan dari sistem kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi pada peningkatan kualitas hidup pasien.



VISI
Terwujudnya pelayanan farmasi yang terpecaya dengan kualitas pelayanan dan pendidikan kefarmasian yang Islami, aman, profesional, cepat, nyaman dan bermutu.


MISI
1. Mewujudkan pelayanan farmasi yang berkualitas melalui penerapan asuhan kefarmasian dan dengan dukungan manajemen yang efektif dan efisien
2. Meningkatkan mutu tenaga kefarmasian melalui penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan keprofesian yang didasari nilai-nilai ajaran agama Islam
3. Mewujudkan dakwah amar makruf nahi mungkar di bidang farmasi.

TUJUAN
1. Melangsungkan dan mengembangkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun keadaan gawat darurat sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang ada.
2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian, sumpah, peraturan perundang-undangan dan etika profesi.
3. Melaksanakan KIE mengenai obat dan penggunaannya serta ajaran-ajaran Islam yang berhubungan dengan pelayanan kefarmasian.
4. Menyediakan perbekalan farmasi yang bermutu untuk kepentingan pelayanan kesehatan di rumah sakit, mengelola dan mengawasi penggunaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Melakukan dan memberikan pelayanan bermutu melalui analisa, telaah, dan evaluasi pelayanan.
6. Mendorong karyawan dan lingkungan untuk belajar seumur hidup (life-long learner).
7. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.
8. Memberikan konsultasi dan sebagai rujukan tentang pelayanan farmasi di lingkup amal usaha Muhammadiyah

STRATEGI
1. Menginternalisasi budaya Islami dalam organisasi dan mengimplementasikan ajaran agama Islam dalam memberikan pelayanan kefarmasian
2. Pemenuhan terhadap standar input berbasis standar MUTU, baik kualitas maupun kuantitas sesuai pelayanan kesehatan yang dilakukan.
3. Melakukan pelayanan yang memenuhi standar MUTU.
4. Melaksanakan kegiatan berbasis Balance Score Card: .
Perspektif keuangan:
a. meningkatkan produktivitas melalui perbaikan struktur biaya (efisiensi belanja dan meminimalisasi kerugian karena perbekalan farmasi rusak dan kadaluarsa) dan pemaksimalan utilisasi aset (mengelola aset dengan efisien dan melakukan investasi utk memperlancar proses produksi)
b. pertumbuhan melalui peningkatan pendapatan dan peningkatan nilai bagi pelanggan.
Perspektif pelanggan:
c. Memberikan perbekalan farmasi yang berkualitas dengan harga yang seekonomis mungkin
d. memberikan pelayanan dengan salam, sapa, senyum, sopan, santun (5S) dalam rangka dakwah Islam
Perspektif proses bisnis internal:
e. mengupayakan pengelolaan perbekalan farmasi mulai dari proses seleksi, perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi sampai dengan penggunaan berjalan efisien, efektif dan optimal
f. menciptakan nilai tambah bagi pelanggan melalui kecepatan pelayanan, kenyamanan dan penerapan asuhan kefarmasian yang berorientasi pada keselamatan pasien
g. Memberikan layanan purna jual berupa kemudahan retur dan layanan konsultasi dalam penggunaan obat.
h. Melakukan proses kerja yang Rapi, Resik, Rawat, Rajin dan Ringkes (5R), aman dan ramah lingkungan.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan:
i. meningkatkan kompetensi Sumber Daya Insani melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan
j. menciptakan budaya Islami organisasi
k. menciptakan sistem reward dan disreward yang membangun motivasi
l. pemanfaatan teknologi untuk mendukung proses pelayanan
5. Memonitor dan mengevaluasi seluruh kegiatan berdasar pada ketentuan yang sudah ditetapkan
6. Mengukur kinerja baik individual maupun organisasi instalasi FRS, baik dengan menggunakan Balance Score Card maupun dengan indikator mutu yang berlaku di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta

B. KEBIJAKAN UMUM

PELAYANAN FARMASI
Pelayanan farmasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan kesehatan di rumah sakit dan diberikan dalam 24 jam setiap hari, kepada pasien rawat jalan, pasien rawat inap dan unit-unit lain di lingkungan rumah sakit.
Instalasi farmasi juga mendistribusikan obat kepada institusi lain di luar rumah sakit melalui unit Dana Sehat Muhammadiyah, serta ikut serta dalam pelayanan sosial rumah sakit (CSR).
Pelayanan farmasi meliputi penyediaan, pengadaan dan pendistribusian seluruh perbekalan farmasi yang digunakan di rumah sakit, serta bertanggung jawab menyajikan informasi semua kegiatan pelayanan dan pekerjaan kefarmasian yang dilakukan di rumah sakit (sistem farmasi satu pintu).
Pelayanan farmasi di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta diselenggarakan oleh bagian setingkat Instalasi yang dikepalai oleh Apoteker yang sudah memiliki Surat Izin Kerja atau VISUM yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kepala Instalasi bertanggung jawab terhadap terselenggaranya pelayanan farmasi yang sesuai dengan Undang-Undang, peraturan dan pedoman yang berlaku.

ORGANISASI
1. Bagan Organisasi
Bagan organisasi menggambarkan pembagian tugas, koordinasi dan kewenangan serta fungsi. Bagan Organisasi Instalasi Farmasi ditetapkan oleh Badan Pengurus Harian RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta melalui proses evaluasi, analisa dan telaah dengan mempertimbangkan peningkatan mutu pelayanan dan mengantisipasi perubahan standar pelayanan kefarmasian baik nasional maupun internasional.
Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang Apoteker dan dibantu oleh beberapa Kepala Urusan dengan kualifikasi pendidikan dan kompetensi yang ditetapkan oleh Rumah Sakit.
2. Administrasi dan Pelaporan
Administrasi dilakukan oleh tenaga administrasi, meliputi administrasi kegiatan pelayanan, administrasi perbekalan farmasi, administrasi keuangan dan administrasi penghapusan.
Pelaporan adalah pendataan kegiatan dan evaluasi mutu yang dilakukan setiap bulan oleh kepala urusan dan dilaporkan kepada Kepala Instalasi untuk diadministrasi, diolah dan dianalisa. Hasil analisa berupa informasi manajemen yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan dan sebagai umpan balik untuk meningkatkan mutu pelayanan.
Laporan rutin yang harus dibuat setiap bulannya meliputi:
a. Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika
b. Laporan jumlah lembar resep, dan lembar resep generik
c. Kejadian tidak dikehendaki (KTD) dan kejadian nyaris cidera (KNC)
d. Mutu pelayanan sesuai dengan sasaran mutu yang ditetapkan.

SUMBER DAYA INSANI (SDI)
1. Kualifikasi dan Standar Kompetensi
SDI yang ada di Instalasi Farmasi meliputi:
a. Untuk pekerjaan kefarmasian meliputi: Apoteker dan Asisten Apoteker (AMF, SMF), yang sudah teregistrasi
b. Untuk pekerjaan administrasi, meliputi: operator/teknisi komputer, akuntansi keuangan dan tenaga administrasi, yang memahami kefarmasian
c. Untuk pekerjaan teknis pengelolaan perbekalan farmasi meliputi Asisten Apoteker dan tenaga umum non farmasi (pekarya)
Kompetensi yang dipersyaratkan:
a. Apoteker: sesuai dengan Standar Kompetensi Apoteker tahun 2003
b. Asisten Apoteker:
1) Mampu melakukan pekerjaan teknis kefarmasian termasuk menyiapkan, meracik dan memberikan informasi dasar penggunaan obat.
2) Mampu mengelola perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Tenaga non kefarmasian: mampu mendukung terlaksananya pelayanan kefarmasian yang bermutu, efektif dan efisien
2. Perencanaan dan analisa SDI
Analisa SDI memperhatikan:
a. Kapasitas tempat tidur dan BOR
b. Jumlah resep
c. Volume perbekalan farmasi
3. Pengadaan SDI
Pengadaan SDI dilakukan oleh Bagian SDI Rumah Sakit melalui proses evaluasi, analisa dan telaah yang melibatkan Kepala Instalasi Farmasi menggunakan metode proporsional dgn kombinasi Full Time Ekivalen dan mengacu pada standar pelayanan farmasi yang berlaku.
4. Orientasi dan Penempatan
Program orientasi untuk karyawan baru dilakukan selama 1 minggu di setiap jenis pelayanan (rawat jalan dan rawat inap) dan waktu pelayanan pagi (shift pagi). Setelah menjalani masa orientasi, karyawan baru ditempatkan sesuai dengan kebutuhan. Orientasi juga diberlakukan untuk karyawan dimutasi dan dievaluasi kinerjanya.
5. Mutasi SDI
Secara berkala dilakukan mutasi SDI dengan mempertimbangkan:
a. Efektifitas pelayanan
b. Pengayaan pengalaman kerja karyawan
6. Pengukuran Kinerja
Kinerja karyawan diukur dengan standar yang telah ditetapkan oleh Rumah Sakit. Pemberian reward dan disreward mengikuti kebijakan Rumah Sakit. Kepala Instalasi Farmasi wajib memberikan masukan baik diminta maupun tidak dalam menetapkan standar kinerja karyawan Instalasi Farmasi.
7. Pendidikan dan Pelatihan
Setiap karyawan harus mengikuti pendidikan dan pelatihan berkelanjutan baik yang diselenggarakan internal Rumah Sakit maupun external sesuai dengan kompetensi yang diharapkan, sedikitnya 1 kali dalam setahun. Bersama dengan bagian Pendidikan dan Pelatihan Rumah Sakit, Kepala Instalasi Farmasi merencanakan program pengembangan SDI.
8. Evaluasi
Evaluasi terhadap manajemen SDI dilakukan setiap tahun untuk menilai efektifitas kebijakan.

FASILITAS DAN PERALATAN
1. Bangunan
Fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit.
b. Terpenuhinya luas yang cukup untuk penyelenggaraan asuhan kefarmasian di rumah sakit.
c. Dipisahkan antara fasilitas untuk penyelenggaraan manajemen, pelayanan langsung pada pasien, dispensing serta ada penanganan limbah.
d. Memenuhi persyaratan ruang tentang suhu, pencahayaan, kelembaban, tekanan dan keamanan baik dari pencuri maupun binatang pengerat.
e. Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, sinar/cahaya, kelembaban, ventilasi dan sistem pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas.
f. Ruang pelayanan harus cukup untuk seluruh kegiatan pelayanan farmasi rumah sakit dan terpisah antara ruang pelayanan pasien rawat jalan, pelayanan pasien rawat inap dan pelayanan kebutuhan ruangan.
g. Sebaiknya ada ruang khusus untuk apoteker yang akan memberikan konsultasi kepada pasien dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien.
h. Sebaiknya tersedia ruangan untuk menyimpan sumber informasi yang dilengkapi dengan teknologi komunikasi dan sistem penanganan informasi yang memadai untuk mempermudah pelayanan informasi obat.
i. Harus ada ruangan khusus yang memadai dan aman untuk memelihara dan menyimpan dokumen dalam rangka menjamin agar penyimpanan sesuai hukum, aturan, persyaratan dan teknik manajemen yang baik.
2. Peralatan
Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama untuk perlengkapan dispensing baik untuk sediaan steril, non steril, maupun cair untuk obat luar dan dalam.
Fasilitas peralatan harus dijamin sensitif pada pengukuran dan memenuhi persyaratan, peneraan dan kalibrasi untuk peralatan tertentu setiap tahun.
Peralatan minimal yang harus tersedia:
a. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan obat baik nonsteril maupun aseptik.
b. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip.
c. Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan informasi obat.
d. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan psikotropika
e. Lemari pendingin dan AC untuk perbekalan farmasi yang termolabil.
f. Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah yang baik.
g. Pemadam Kebakaran.
h. Peralatan untuk penyimpanan obat sitostatika dan bahan berbahaya harus dibuat secara khusus untuk menjamin keamanan petugas dan pasien.

KEUANGAN
1. Penyusunan Anggaran
Anggaran disusun oleh Kepala Instalasi berdasarkan masukan dari kepala urusan dan diajukan kepada team anggaran sesuai dengan kebijakan Rumah Sakit. Anggaran disusun dengan memperhatikan anggaran tahun sebelumnya, strategi organisasi, aktivitas yang dilakukan serta asumsi-asumsi yang rasional. Anggaran yang diajukan meliputi rencana anggaran belanja perbekalan farmasi, anggaran pendapatan, dan anggaran lain yang dibutuhkan untuk operasional kegiatan dan pengembangan mutu pelayanan.
2. Pemanfaatan dan Pengendalian Anggaran
Pemanfaatan anggaran diupayakan seoptimal mungkin. Evaluasi anggaran dilakukan setiap 3 bulan untuk melihat tingkat realisasi pencapaian.
3. Semua penerimaan dan pengeluaran dana sepenuhnya dikelola oleh rumah sakit melalui unit keuangan dan pelaporannya dilaksanakan oleh unit akutansi.
4. Pembelian seluruh perbekalan farmasi yang diperlukan oleh rumah sakit harus melalui Instalasi Farmasi, dilaporkan kepada bagian keuangan dan pembayarannya dilakukan oleh bagian keuangan tiga kali dalam sebulan, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pembelian tanggal 1 s/d 10, dibayar pada tanggal 5 bulan berikutnya.
b. Pembelian tanggal 11 s/d 20, dibayar pada tanggal 15 bulan berikutnya.
c. Pembelian tanggal 21 s/d 31, dibayar pada tanggal 25 bulan berikutnya.
d. Pembayaran dilakukan atas faktur penjualan yang resmi dikeluarkan oleh pemasok, dilengkapi dengan Surat Pesanan dan kuitansi pembayaran.
e. Faktur penjualan yang dibayar adalah faktur yang sudah melalui proses penitipan faktur di Instalasi Farmasi.
5. Tarif pelayanan ditentukan berdasarkan kebijakan Direksi atas usulan dan pertimbangan dari Instalasi Farmasi dan Tim Tarif.
6. Nilai uang perbekalan farmasi yang rusak atau kadaluarsa dilaporkan ke bagian akuntasi untuk dilakukan proses penghapusan kekayaan.
7. Laporan Keuangan.
Laporan keuangan dibuat oleh Kepala Instalasi setiap bulannya, meliputi:
a. Laporan pembelian perbekalan farmasi
b. Laporan pendapatan dan biaya
c. Laporan stock opname tiap tiga bulan
d. Laporan nilai obat kadaluarsa dan rusak setiap tiga bulan
e. Laporan nilai obat death stock setiap tiga bulan

SISTEM DOKUMENTASI DAN INFORMASI MANAJEMEN
1. Penyimpanan dokumen (resep, faktur, surat pesanan, laporan, surat-surat).
Resep dan faktur disimpan selama 3 tahun dan setelah itu dimusnahkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Surat-surat, laporan-laporan, evaluasi kinerja dan administrasi lainnya harus dikelola dengan baik, disimpan minimal 3 tahun atau selama masih berlaku.
2. Manajemen data
Kepala Instalasi bertanggung jawab terhadap manajemen data, melakukan analisa, telaah dan menyajikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
3. Sistem informasi
Sistem informasi di Instalasi Farmasi merupakan bagian integral dari sistem informasi manajemen (SIM) rumah sakit melalui jaringan area lokal (LAN-Local Area Network) dan dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan manajemen. Pengelolaan sistem informasi baik perangkat keras, perangkat lunak dan fasilitas penunjang lainnya merupakan tanggung jawab unit Elektronic Data Processing (EDP). Panduan teknis pemanfaatan SIM dikeluarkan oleh unit EDP disertai tingkatan password untuk menjamin keamanannya.
4. Pemanfaatan informasi.
Informasi diberikan kepada pihak manajemen dan untuk kepentingan penelitian dapat diberikan dengan mempertimbangkan kebijakan dan kode etik organisasi.

MANAJEMEN PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI
Seluruh perbekalan farmasi yang digunakan di Rumah Sakit harus melalui Instalasi Farmasi (Kebijakan Satu Pintu) dan dikelola secara efisien sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen operasi.
Perbekalan farmasi yang dikelola oleh Instalasi Farmasi meliputi obat, bahan baku obat, alat kesehatan habis pakai, reagensia, film dan kontras radiologi, gas medik, cairan antiseptik dan desinfektan, nutrisi enteral dan parenteral, alat bantu fisioterapi, kosmetika, bahan konservasi dan dekoratif gigi, serta indikator sterilisasi.
Pengelolaan perbekalan farmasi dimulai dari proses seleksi (pemilihan obat), perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi serta penggunaan.

1. Seleksi (Pemilihan obat yang digunakan di RS)
a. Pengertian
Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di Rumah Sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat.
b. Tujuan
Proses seleksi bertujuan menjamin penggunaan obat yang rasional, pengelolaan perbekalan farmasi yang efektif dan kualitas perbekalan farmasi yang digunakan di Rumah Sakit.
c. Pelaksana seleksi adalah Panitia Farmasi dan Terapi dengan melibatkan peran aktif apoteker sebagai sekretaris.
d. Mekanisme seleksi
Seleksi dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria seleksi sbb:
1) Relevan dengan pola penyakit,
2) Terbukti aman dan efektif,
3) Performance baik dalam berbagai setting,
4) Kualitas memadai termasuk bioavailabilitas, bioekivalensi dan stabilitas, serta memiliki Certificate of Analysis (CoA)
5) Memiliki rasio cost-benefit yang tinggi dihitung dari total biaya perawatan
6) Diutamakan obat yang sudah dikenal baik dengan profil farmakokinetik yang baik dan dibuat di dalam negeri.
7) Diproduksi oleh perusahaan farmasi yang sudah memiliki sertifikat mutu CPOB/GMP
8) Diutamakan obat esensial dan senyawa tunggal
e. Sistem Formularium:
Formularium Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah daftar obat yang diterima/disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) untuk digunakan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan dapat dievaluasi, direvisi dan disuplementasi pada setiap batas waktu yang ditentukan. Proses evaluasi, revisi dan suplementasi dilakukan oleh PFT secara reguler berdasarkan usulan dari dokter/SMF dan masukan dari Instalasi Farmasi. Penggunaan obat diluar formularium diperkenankan apabila diperlukan dan mendapat persetujuan dari Komite Medik.
f. Monitoring dan Evaluasi kepatuhan formularium.
Monitoring terhadap pelaksanaan formularium dilakukan oleh Kepala Instalasi secara berkala meliputi kesesuaian penulisan resep dengan formularium dan penulisan obat di luar formularium.
g. Evaluasi terhadap proses seleksi dilakukan setiap 1 tahun sekali meliputi:
1) Persentase obat DOEN dalam formularium
2) Persentase usulan kebijakan obat yang diterima PFT
3) Persentase kepatuhan terhadap formularium
4) Persentase kepatuhan terhadap SOP form pengusulan obat baru

2. Procurement (Perencanaan, pengadaan)
a. Perbekalan farmasi yang direncanakan pengadaannya oleh Instalasi Farmasi adalah obat sesuai dengan formularium dan suplemen formularium serta perbekalan farmasi lainnya.
b. Perencanaan perbekalan farmasi dilakukan oleh Kepala Instalasi dibantu oleh kepala urusan logistik menggunakan metode konsumsi dengan penyesuaian. Unit-unit di Instalasi Farmasi dan di luar Instalasi Farmasi mengusulkan perencanaan di unitnya masing-masing kepada kepala urusan logistik farmasi, untuk kemudian dilakukan crosscheck dengan data distribusi, dan apabila ada ketidak sesuaian jenis dan jumlah, dilakukan pembicaraan dan penyesuaian.
c. Perhitungan perencanaan tahunan dilakukan pada bulan Oktober tahun sebelumnya menggunakan data penggunaan/distribusi obat rata-rata setiap bulannya (Januari-September), dengan mempertimbangkan:
1) Sisa stok
2) Kejadian stock out
3) Trend penggunaan
4) Usulan perencanaan dari unit
5) Analisis Pareto ABC dan VEN
6) Anggaran tahun sebelumnya
d. Pengadaan dilakukan oleh Kepala Instalasi, dan apabila berhalangan dapat didelegasikan kepada Kepala Urusan Logistik dengan tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan Kepala Instalasi.
e. Pengadaan perbekalan farmasi di RS PKU Muhammadiyah meliputi:
1) Pembelian
2) Produksi
3) Donasi
f. Sistem pengadaan dengan pembelian adalah pembelian langsung (direct procurement) dan pembelian dengan negosiasi (negotiation procurement), dilakukan setiap hari kerja, menggunakan analisa ROP (Re-order point), EOQ (Economic Order Quantities), EOI (Economic Order Interval), trend pemakaian dan kapasitas penyimpanan. Dalam kondisi tertentu seperti adanya penawaran khusus, penyesuaian harga atau program Rumah Sakit, pembelian dapat dilakukan dalam jumlah besar dengan memperhatikan anggaran dan kondisi keuangan Rumah Sakit.
Pembelian dengan nilai di bawah 50 juta rupiah menggunakan Surat Pesanan (PO) yang ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi, dan pembelian diatas 50 juta rupiah harus menggunakan Surat Pesanan (PO) yang ditandatangani oleh Direktur Rumah Sakit.
g. Pemasok yang dipilih harus memenuhi standar mutu dan diutamakan sole distributor atau distributor yang ditunjuk oleh pabrik/produsen/importir obat dan alat kesehatan serta harus memenuhi persyaratan pemasok sebagai berikut:
1) Memiliki Surat Izin Usaha Pedagang Besar Farmasi dari Badan POM RI
2) Memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
3) Memiliki Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak beserta Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
4) Memiliki Surat Tanda Daftar Perusahaan
5) Lebih diutamakan pemasok yang memiliki Sertifikat Mutu
6) Memberikan jaminan pelayanan, meliputi:
• Jaminan sustainibilitas dan kontinuitas produk
• Pemberian informasi yang jelas mengenai produk, termasuk informasi perubahan harga, informasi stock out, informasi discontinue serta penarikan produk
• Memiliki kebijakan yang jelas mengenai retur obat kadaluwarsa dan penarikan obat, lebih diutamakan pemasok yang memiliki kebijakan retur obat pada bulan kadaluarsa dan kemasan jual terkecil.
• Pengiriman tepat waktu, diutamakan pemasok dengan lead time tidak lebih dari 6 jam
• Memberikan waktu jatuh tempo pembayaran yang fleksibel
• Ketepatan packing dan labeling, serta bersedia menerima retur apabila packing dan labeling tidak sesuai
h. Pengadaan obat /alkes diluar formularium atau apabila terjadi keterlambatan suplai dari pemasok resmi dapat dilakukan ke apotek rekanan atau apotek/rumah sakit lain yang memiliki izin resmi. Instalasi Farmasi tidak diperkenankan membeli perbekalan farmasi di jalur nonformal
i. Evaluasi proses perencanaan dilakukan setiap tahun meliputi:
1) Persentase dana yang tersedia dibandingkan dengan keseluruhan dana yang sesungguhnya dibutuhkan
2) Penyimpangan perencanaan
3) Kecukupan obat
4) Kesesuaian SOP dalam pembuatan perencanaan dengan kenyataan
j. Monitoring dan evaluasi proses pengadaan dilakukan setiap bulan, meliputi:
1) Tingkat kesesuaian SOP pengadaan dengan kenyataan
2) Kesesuaian Lead time yang ditargetkan
3) Persentase obat yang tidak dapat dilayani sesuai surat pesanan
4) Persentase kesalahan surat pesanan
k. Monitoring dan Evaluasi pemasok dilakukan secara berkala dan menjadi acuan dalam proses pengadaan perbekalan farmasi.
l. Produksi
Produksi perbekalan farmasi berupa kegiatan membuat, merubah bentuk dan pengemasan kembali sediaan farmasi non steril, dan dilakukan oleh Asisten Apoteker berpengalaman.
Kriteria obat yang diproduksi:
1) Sediaan farmasi dengan formulasi khusus
2) Sediaan farmasi dengan harga murah
3) Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil
4) Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran
m. Evaluasi terhadap proses produksi dilakukan setiap 6 bulan meliputi evaluasi harga jual dan biaya produksi serta kesesuaian proses produksi dengan prosedur yang sudah ditetapkan
n. Obat-obat donasi atau bantuan baik dari lembaga pemerintah maupun swasta dikelola sesuai dengan peraturan yang berlaku.

3. Distribusi (penerimaan, penyimpanan, sistem delivery ke unit, dan dispensing kepada pasien)
a. Perbekalan farmasi yang didistribusikan oleh Instalasi Farmasi adalah obat sesuai dengan formularium dan suplemen formularium, alat kesehatan habis pakai serta perbekalan farmasi lain yang dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan rumah sakit.
b. Penerimaan perbekalan farmasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dilakukan oleh bagian logistik farmasi setiap hari kerja dengan berpedoman:
1) Spesifikasi barang harus sesuai dengan Surat Pesanan
2) Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS)
3) Expire date minimal 2 tahun kecuali dengan kesepakatan khusus
4) Disertai dengan faktur/invoice atau tanda terima atau surat jalan yang dikeluarkan oleh pemasok.
c. Distribusi/delivery perbekalan farmasi dari gudang farmasi dilakukan ke:
1) Depo farmasi rawat inap
2) Depo farmasi rawat jalan
3) Depo distribusi khusus dan produksi
d. Penyimpanan perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi dibedakan menurut bentuk sediaan dan suhu yang menjamin mutu obat/alkes, dikelompokkan berdasarkan kelas terapi, disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Obat-obat narkotika dan psikotropika harus disimpan dalam lemari tersendiri dan selalu terkunci. Hanya Apoteker atau Asisten Apoteker yang sudah memiliki Surat Izin Kerja yang berhak untuk mengambil obat-obat narkotika dan psikotropika. Bahan yang mudah terbakar, korosif, eksplosif dan iritatif disimpan di tempat tersendiri terpisah dari obat lain.
e. Perbekalan farmasi disimpan dengan prinsip FIFO (First In First Out), dimana barang yang datang lebih dahulu harus dikeluarkan lebih dahulu, dan FEFO First Expired First Out), dimana barang yang memiliki waktu kadaluarsa lebih dekat harus dikeluarkan lebih dahulu.
f. Monitoring penyimpanan dilakukan setiap hari meliputi monitoring suhu dan kelembaban.
g. Sistem distribusi/dispensing kepada pasien rawat inap (In-patient) adalah sistem kombinasi antara ward floor stock (persediaan obat di ruangan) dengan Individual Prescription (peresepan individu). Resep dikaji dan divalidasi terlebih dahulu sebelum disiapkan dan diserahkan kepada perawat. Sistem Unit Dose Dispensing merupakan sistem distribusi/dispensing obat yang dipertimbangkan untuk dilaksanakan.
h. Distribusi/dispensing obat kepada pasien rawat jalan (Out-patient) menggunakan sistem Individual Prescription (peresepan individu). Resep dikaji dan divalidasi terlebih dahulu sebelum disiapkan dan diserahkan kepada pasien disertai informasi mengenai aturan pakai, cara penyimpanan, dan informasi lain mengenai penggunaan obat. Apabila diperlukan dapat dilakukan proses konseling oleh Apoteker kepada pasien/keluarga pasien.
i. Apabila terjadi kesalahan dalam proses dispensing (dispensing error), harus segera dilaporkan kepada komite keselamatan pasien, untuk kemudian dilakukan tindak lanjut.
j. Evaluasi proses penyimpanan dilakukan setiap 3 bulan meliputi:
1) Persentase kesusaian kartu stok dengan computer dan barang (sample/cyclic counting)
2) Persentase keseauaian penyimpanan barang dengan metode yang ditetapkan (FIFO/FEFO/suhu dan kelembaban)
3) TOR = Turn Over Ratio
4) Persentase obat yang rusak dan kadaluwarsa
5) Persentase obat mati (death stock: obat yang tidak digunakan dalam waktu 3 bulan)
6) Tingkat ketersediaan obat (obat tidak terlayani karena stock out)
k. Monitoring dan evaluasi proses dispensing dilakukan setiap bulan meliputi:
1) Average consultation time: rata-rata waktu yang digunakan dalam konsultasi/pemberian informasi obat
2) Average dispensing time: rata-rata waktu yang digunakan untuk memberikan pelayanan sejak resep diterima sampai obat diberikan kepada pasien disertai informasi
3) Persentase jumlah resep/obat yang dilayani bandingkan dengan keseluruhan resep/obat yang seharusnya dilayani
4) Kepuasan pelanggan (internal: tenaga kesehatn lain, eksternal: pasien)
5) Tingkat kevalidan resep yang dilayani
6) Kejadian salah menyerahkan obat
7) Kejadian near miss pelayanan resep
8) Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika
4. Asuhan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan adalah pendekatan professional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan perilaku apoteker serta bekerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain.
Meliputi:
a. Pengkajian resep
b. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat
c. Pelayanan informasi obat
d. Konseling
e. Pengkajian penggunaan obat
f. Pengkajian penggunaan alat kesehatan
Pelaksana pelayanan asuhan kefarmasian adalah seluruh apoteker yang sudah memiliki VISUM dan atau SURAT IZIN KERJA, dan tergabung dalam Satuan Apoteker Fungsional RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Apoteker yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan asuhan kefarmasian disebut sebagai Apoteker Jaga, dibagi dalam 3 shift selama 24 jam, dan kepadanya diberikan Jasa Profesi Apoteker. Apabila diperlukan, Apoteker diperkenankan melakukan dispensing obat-obat bebas, obat bebas terbatas dan Obat Wajib Apotek (OWA) untuk kepentingan karyawan rumah sakit dan keluarganya, serta pasien rumah sakit lainnya.
5. Keselamatan pasien dalam proses penyerahan dan penggunaan obat harus diperhatikan dan upaya-upaya pencegahan kejadian nyaris cedera (KNC) dan kejadian tidak dikehendaki (KTD) harus terus dilakukan dan dikembangkan. Apabila terjadi kesalahan dalam proses penyerahan obat (dispensing error) atau penggunaan obat (medication error), Instalasi Farmasi harus mengambil langkah-langkah guna meminimalisir cedera dan melaporkan kejadian tersebut kepada Komite Keselamatan Pasien RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.


B. PROGRAM PENDIDIKAN, PELATIHAN DAN PENELITIAN

Pendidikan dan pelatihan merupakan kegiatan pengembangan sumber daya manusia Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta untuk meningkatkan potensi dan produktifitasnya secara optimal.
Pendidikan dan pelatihan yang wajib diikuti oleh seluruh SDI yang ada di Instalasi Farmasi meliputi aspek manajemen praktis kefarmasian, farmasi klinik, informasi obat, serta pelayanan farmasi paripurna. Seluruh staf Instalasi Farmasi juga diharuskan mengikuti kegiatan pembinaan karyawan yang diselenggarakan oleh Rumah Sakit.
Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah juga menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan bagi calon tenaga farmasi yang berasal dari Universitas/Akademi yang diikat dalam Memorandum of Understanding, untuk mendapatkan wawasan, pengetahuan dan ketrampilan di bidang Farmasi Rumah Sakit yang sesuai dengan nilai-nilai agama Islam. Program penelitian yang menunjang mutu pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat di Rumah Sakit terus dilakukan bekerjasama dengan Lembaga Penelitian atau Lembaga Pendidikan.

C. PENGENDALIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE)

Merupakan kegiatan pengawasan, pemeliharaan dan audit terhadap pengelolaan perbekalan farmasi untuk menjamin mutu, mencegah kehilangan, kadaluarsa, rusak serta keamanannya sesuai dengan Kesehatan, Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3).
Pengendalian mutu juga dilakukan terhadap proses pelayanan untuk mencapai pelayanan farmasi yang cepat, bermutu, aman, ringan dan Islami.
Penerapan Quality Assurance di Instalasi Farmasi bertujuan untuk memberikan kepastian mutu produk dan mutu pelayanan farmasi yang diberikan kepada pasien. Quality Assurance juga ditujukan untuk menjamin bahwa obat yang diberikan kepada pasien aman, efektif, rasional serta cost-effective.
Standar mutu yang diacu adalah Standar Mutu yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang atau standar lain yang sudah diakui baik regional, nasional maupun internasional.
Untuk memenuhi standar mutu, perlu diperhatikan aspek-aspek dibawah ini:
1. Aspek input:
a. Tersedia pedoman pelayanan farmasi, standard operating procedure serta instruksi kerja yang mencakup semua aspek pelayanan farmasi yang dilakukan.
b. Tersedia dana, sarana, dan prasarana yang memadai yang meliputi perbekalan farmasi, gedung dan perlengkapannya, tempat dan saranan penyimpanan, peralatan pelayanan resep dan peracikan obat, system informasi yang valid dan reliable serta perlengkapan administrasi lainnya.
c. Adanya tenaga kefarmasian dan non kefarmasian dalam jumlah cukup, sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan, serta job description untuk masing-masing staf yang didahului dengan analisa jabatan.
d. Adanya rencana dan program kerja.
e. Adanya program pengembangan dan pelatihan serta pendidikan berkelanjutan.
f. Adanya sasaran mutu yang ingin dicapai beserta tahap-tahap dan monitoring pencapaiannya.
2. Aspek proses
a. Dilaksanakannnya program dan kegiatan pelayanan sesuai pedoman, prosedur tetap, dan instruksi kerja yang sudah ditetapkan.
b. Dilaksanakannya peningkatan mutu pelayanan secara berkesinambungan
c. Dilaksanakannya evaluasi terhadap input, proses dan output yang disertai dengan analisis dan tindak lanjutnya.
3. Aspek output
a. Terselenggaranya pelayanan farmasi yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, etika dan moral keIslaman.
b. Tersedianya perbekalan farmasi yang aman, bermutu baik dan dikelola sesuai dengan Undang-undang dan peraturan yang berlaku.
c. Terselenggaranya pelayanan farmasi yang berorientasi pada keselamatan pasien dengan Zero deffect.